Hai kamu apakabarnya? Kata kata tak mengenal
waktu. Aku seolah olah mempunyai kuasa atas apa yang akan terjadi padaku
kedepannya. Aku melupakan garis takdir. Aku kembali membuat syair, namun masih
tetap hampa yang kurasa. Sebenarnya aku ingin berbicara soal penyesalan. Entah
penyesalan jenis apa itu, biarlah Cuma aku yang mengetahuinya. Dan malam ini
aku teraksa mengeluarkan air mata untuk dapat merangkai rangkaian kata, yang
bisa membawa aku kedalam suasana yang dimana mana orang menyebutnya dengan “kosong.”
Namun bagiku itu adalah sebuah ketenangan. Aku
adalah ratu atas nasibku sendiri. Aku duduk didalam abu istanaku, dan mencoba
membangun khayalan dari atas abu itu. Selain penyesalan, penderitaan yang
paling menyakitkan adalah koyaknya kulit pembungkus kesadaran. Aku berusaha
mencari tabib dan alternatif, namun semua itu hanya bersifat semu.
Kesimpulannya aku tidak mengetahui kebenaran
yang mutlak atas kondisi ini atau keadaan ini. Tetapi aku menyadari kebodohanku
saat itu. Namun disitulah letak kehormatan dan pahalaku. Karena dalam diamku,
dibalik penyesalanku aku selalu mendoakanmu diam-diam. Kau adalah pembicaraan
yang hangat antara aku dan tuhanku tiap malam. Setelah aku berbicara dengan
bulan, aku bercerita kepada temanku soal dirimu yang dulu pernah mencintaiku
amat dalam, namun aku menyia-nyiakanmu.
Masih bicara soal penyesalan, aku minta maaf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar